Management of Trigeminal Neuralgia
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.
Terapi Medis (obat)
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia Trigeminal dan neuralgi saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah lekosit, faal hepar, dan reaksi alergi kulit.
Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti epileptik.
Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Kemampuannya untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey.
Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of life dari para pasien mereka.
Untuk neuralgi yang menyertai pasien dengan multipel sklerosis ternyata gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7 pasiennya.
Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka penetrasinya ke otak baik.
Terapi Non-medis (Bedah)
Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif. Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping.
J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment Options Being Considered? bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah diagnosis ditegakkan.
Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian sensorik dari saraf Trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal nerve block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai efektif.
Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni, 1989)
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya.
Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol
Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Konon, hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound action potential pada serabut Trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya.
Microvascular Decompression
Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgi adalah suatu compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus facialis, dan tuli. Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan 1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.
Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife
Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.
Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf Trigeminal setelah radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.
Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon diisi sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai berapa banyak yang mengalami residif.
Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.
KESIMPULAN
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.
Thankz.
Source : http://www.kabarindonesia.com